Selasa, 11 Agustus 2015

Variant-Identik Avon





            Menurut Workforce 2000, sebuah laporan Hudson Institute tahun 1987, menjelang tahun (Mega Trend/Millenium) 2000 nanti akan ada perubahan yang signifikan dalam demografi pada lingkungan kerja di Amerika. Hanya 15% angkatan kerja terdiri dari kaum pribumi pria berkulit putih. Dari semua wanita yang tergolong sudah dewasa terdapat 61% yang memperoleh pekerjaan. Persentase angkatan kerja kelompok minoritas dan kaum imigran akan sangat meningkat. Diproyeksikan lebih lanjut bahwa populasi dan tenaga kerja secara keseluruhan akan bertumbuh secara bertahap; usia rata-rata tenaga kerja akan mulai meningkat; dan kelompok karyawan muda (baby buster), yang akan memasuki pasar tenaga kerja bakal berkurang.
            Perusahaan-perusahaan Amerika sedang menghadapi tantangan karena semakin meningkatnya heterogenitas lapangan kerja dalam berbagai bidang. Ada dua kecendrungan mutakhir, yakni : (1) adanya program-program yang melampaui batas kewewenangan dalam merekrut kaum wanita dan minoritas, dan (2) semakin berkembangnya bermacam-macam lingkungan kerja yang memberi kesempatan lebih besar kepada kaum wanita dan minoritas untuk menempati posisi yang lebih besar pengaruhnya. Berbagai macam program manajemen di lingkungan kerja yang heterogen. Sebaliknya, program-program ini dimaksudkan untuk memaksimalkan produktivitas pada umumnya.
            Avon mulai menyesuaikan diri dengan perubahan pada angkatan kerja tahun 1970-an dengan berbagai strategi affirmative action. Fokus dipusatkan pada praktek mempekerjakan orang, dan sebuah komisi dibentuk dengan nama the Women and Minorities Committee guna menyediakan forum bagi masalah-masalah yang berkaitan dengan kelompok ini. Perusahaan merekrut tenaga kerja melalui organisasi-organisasi kelompok kulit hitam dan kelompok minoritas yang ada di kampus-kampus perguruan tinggi, dan juga melalui agen-agen tenaga kerja yang mengkhususkan diri dalam mempekerjakan kelompok minoritas. Meskipun kultur perusahaan pada avon sangat kewanitaan, dengan wanita memegang 70% posisi manajemen dan memperoleh banyak kesempatan untuk maju, para karyawan dari kelompok minoritas lain menjadi tidak puas selama saat-saat awal affirmative action, karena hanya melihat sedikit kesempatan bagi mereka untuk berkembang.
            Dalam tahun 1980-an, pendekatan manajemen pada avon diubah. Mereka mulai berfikir secara multikultural. Tampak ada suatu kemajuan kompetitif dalam memperoleh tenaga kerja khusus yang bisa lebih cermat  mecocokkan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada konsumen, suatu faktor yang jelas penting bagi perusahaan penjualan langsung seperti Avon. Jaringan-jaringan karyawan yang bersifat nasional bagi para karyawan kulit hitam, Asia, dan Spanyol didirikan untuk memberi dukungan dan nasihat. Para anggota dari jaringan-jaringan ini memilih para pemimpin yang disarankan oleh manajemen senior.
            Multicultural participation Council yang terdiri dari perwakilan jaringan dan eksekutif, dibentuk untuk memperbaiki komunikasi antara para karyawan dan manajemen, serta untuk mengawasi proses kerja supaya dapat berlangsung secara multikultural. Ditunjuk pada seorang direktur untuk bidang pengembangan dan desain yang bersifat multikultural. Pada saat yang sama Avon berhubungan juga dengan American Institute for Managing Diversity pada Morehouse Collage di Atlanta, dimana para peserta pelatihan berbakat dari kelompok minoritas menjalani sebuah program pengembangan eksekutif.
            Mulai awal tahun 1990-an, kebutuhan dan sikap perusahaan berkembang lagi, dan multikulturalisme membuka jalan bagi program inisiatif keaneka-ragaman. Avon ingin menjadi majikan pilihan, dan bukan hanya merekrut, melainkan ingin sedapat mungkin mempertahankan kelompok karyawan terbaik. Para eksekutif perusahaan menekankan bahwa program diversity management mereka tidak hanya merupakan sebuah versi daur-ulang (recycle) dari affirmartive action. Mereka menjelaskan bahwa tekanan sudah bergeser dari sekedar affirmative action dalam mempekerjakan karyawan, ke arah perbaikan dan penelusuran lebih dekat kemajuan para karyawan dari kelompok minoritas dalam perusahaan. Seorang karyawan ambisius positif, yang dipekerjakan di bawah affirmartive action, yang sudah melampaui jenjang promosi, atau bahkan sudah berada di jenjang karir paling tinggi, barangkali tidak akan betah di perusahaan. Para eksekutif perusahaan melihat proses ini sebagai sebuah pemborosan sumber daya manusia. Mereka percaya bahwa program mereka mengenai inisiatif keanekaragaman akan memberi mereka keuntungan yang kompetitif.
            Program pelatihan pada American Institute for Managing Diversity tidak lagi terbatas pada kelompok karyawan minoritas. Para manajer kelompok non-minoritas sekarang telah mempunyai kesempatan menjalani kursus 3 mingguan secara intensif untuk mempelajari pendekatan-pendekatan baru dalam menghadapi kesulitan-kesulitan berkomunikasi dan berbagai aspek yang lebih fleksibel dari perbedaan-perbedaan kultural. Perusahaan mensponsori juga lokakarya-lokakarya mengenai kesadaran yang sensitif untuk menanggulangi asumsi-asumsi negatif mengenai kesukuan dan jenis kelamin. Akhirnya, diadakanlah sebuah gugus tugas untuk mengawasi dan mengevaluasi inisiatif-inisiatif baru demi manajemen yang efektif dalam lingkungan kerja yang sedang berubah.
            Para eksekutif perusahaan mengembangkan juga strategi-strategi untuk memperluas diversity initiative mereka yang melampaui ras dan jenis kelamin. Mereka menumbuhkan minat terhadap gaya hidup alternatif dan berbagai macam pilihan terhadap gaya kerja., dan mengamati masalah yang berhubungan dengan pengasuhan orang tua dan pengasuhan anak pada jam kerja. Sasaran mereka : mencapai pluralisme lingkungan kerja yang diharapkan dalam tahun 2000 yakni memberikan sebuah lingkungan dan menyenangkan di mana setiap karyawan itu efektif, produktif, dan bergerak maju.                                            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar