Menurut Workforce 2000, sebuah
laporan Hudson Institute tahun 1987, menjelang tahun (Mega Trend/Millenium)
2000 nanti akan ada perubahan yang signifikan dalam demografi pada lingkungan
kerja di Amerika. Hanya 15% angkatan kerja terdiri dari kaum pribumi pria
berkulit putih. Dari semua wanita yang tergolong sudah dewasa terdapat 61% yang
memperoleh pekerjaan. Persentase angkatan kerja kelompok minoritas dan kaum
imigran akan sangat meningkat. Diproyeksikan lebih lanjut bahwa populasi dan
tenaga kerja secara keseluruhan akan bertumbuh secara bertahap; usia rata-rata
tenaga kerja akan mulai meningkat; dan kelompok karyawan muda (baby buster),
yang akan memasuki pasar tenaga kerja bakal berkurang.
Perusahaan-perusahaan Amerika sedang
menghadapi tantangan karena semakin meningkatnya heterogenitas lapangan kerja
dalam berbagai bidang. Ada dua kecendrungan mutakhir, yakni : (1) adanya
program-program yang melampaui batas kewewenangan dalam merekrut kaum wanita
dan minoritas, dan (2) semakin berkembangnya bermacam-macam lingkungan kerja
yang memberi kesempatan lebih besar kepada kaum wanita dan minoritas untuk
menempati posisi yang lebih besar pengaruhnya. Berbagai macam program manajemen
di lingkungan kerja yang heterogen. Sebaliknya, program-program ini dimaksudkan
untuk memaksimalkan produktivitas pada umumnya.
Avon mulai menyesuaikan diri dengan
perubahan pada angkatan kerja tahun 1970-an dengan berbagai strategi
affirmative action. Fokus dipusatkan pada praktek mempekerjakan orang, dan
sebuah komisi dibentuk dengan nama the Women and Minorities Committee guna
menyediakan forum bagi masalah-masalah yang berkaitan dengan kelompok ini.
Perusahaan merekrut tenaga kerja melalui organisasi-organisasi kelompok kulit
hitam dan kelompok minoritas yang ada di kampus-kampus perguruan tinggi, dan
juga melalui agen-agen tenaga kerja yang mengkhususkan diri dalam mempekerjakan
kelompok minoritas. Meskipun kultur perusahaan pada avon sangat kewanitaan,
dengan wanita memegang 70% posisi manajemen dan memperoleh banyak kesempatan
untuk maju, para karyawan dari kelompok minoritas lain menjadi tidak puas
selama saat-saat awal affirmative action, karena hanya melihat sedikit
kesempatan bagi mereka untuk berkembang.
Dalam tahun 1980-an, pendekatan
manajemen pada avon diubah. Mereka mulai berfikir secara multikultural. Tampak
ada suatu kemajuan kompetitif dalam memperoleh tenaga kerja khusus yang bisa
lebih cermat mecocokkan diri dengan
perubahan-perubahan yang terjadi pada konsumen, suatu faktor yang jelas penting
bagi perusahaan penjualan langsung seperti Avon. Jaringan-jaringan karyawan
yang bersifat nasional bagi para karyawan kulit hitam, Asia, dan Spanyol
didirikan untuk memberi dukungan dan nasihat. Para anggota dari
jaringan-jaringan ini memilih para pemimpin yang disarankan oleh manajemen
senior.
Multicultural participation Council
yang terdiri dari perwakilan jaringan dan eksekutif, dibentuk untuk memperbaiki
komunikasi antara para karyawan dan manajemen, serta untuk mengawasi proses
kerja supaya dapat berlangsung secara multikultural. Ditunjuk pada seorang
direktur untuk bidang pengembangan dan desain yang bersifat multikultural. Pada
saat yang sama Avon berhubungan juga dengan American Institute for Managing
Diversity pada Morehouse Collage di Atlanta, dimana para peserta pelatihan
berbakat dari kelompok minoritas menjalani sebuah program pengembangan
eksekutif.
Mulai awal tahun 1990-an, kebutuhan
dan sikap perusahaan berkembang lagi, dan multikulturalisme membuka jalan bagi
program inisiatif keaneka-ragaman. Avon ingin menjadi majikan pilihan, dan
bukan hanya merekrut, melainkan ingin sedapat mungkin mempertahankan kelompok
karyawan terbaik. Para eksekutif perusahaan menekankan bahwa program diversity
management mereka tidak hanya merupakan sebuah versi daur-ulang (recycle) dari
affirmartive action. Mereka menjelaskan bahwa tekanan sudah bergeser dari
sekedar affirmative action dalam mempekerjakan karyawan, ke arah perbaikan dan
penelusuran lebih dekat kemajuan para karyawan dari kelompok minoritas dalam
perusahaan. Seorang karyawan ambisius positif, yang dipekerjakan di bawah
affirmartive action, yang sudah melampaui jenjang promosi, atau bahkan sudah
berada di jenjang karir paling tinggi, barangkali tidak akan betah di
perusahaan. Para eksekutif perusahaan melihat proses ini sebagai sebuah
pemborosan sumber daya manusia. Mereka percaya bahwa program mereka mengenai
inisiatif keanekaragaman akan memberi mereka keuntungan yang kompetitif.
Program pelatihan pada American
Institute for Managing Diversity tidak lagi terbatas pada kelompok karyawan
minoritas. Para manajer kelompok non-minoritas sekarang telah mempunyai
kesempatan menjalani kursus 3 mingguan secara intensif untuk mempelajari
pendekatan-pendekatan baru dalam menghadapi kesulitan-kesulitan berkomunikasi
dan berbagai aspek yang lebih fleksibel dari perbedaan-perbedaan kultural.
Perusahaan mensponsori juga lokakarya-lokakarya mengenai kesadaran yang
sensitif untuk menanggulangi asumsi-asumsi negatif mengenai kesukuan dan jenis
kelamin. Akhirnya, diadakanlah sebuah gugus tugas untuk mengawasi dan
mengevaluasi inisiatif-inisiatif baru demi manajemen yang efektif dalam
lingkungan kerja yang sedang berubah.
Para eksekutif perusahaan
mengembangkan juga strategi-strategi untuk memperluas diversity initiative
mereka yang melampaui ras dan jenis kelamin. Mereka menumbuhkan minat terhadap
gaya hidup alternatif dan berbagai macam pilihan terhadap gaya kerja., dan
mengamati masalah yang berhubungan dengan pengasuhan orang tua dan pengasuhan
anak pada jam kerja. Sasaran mereka : mencapai pluralisme lingkungan kerja yang
diharapkan dalam tahun 2000 yakni memberikan sebuah lingkungan dan menyenangkan
di mana setiap karyawan itu efektif, produktif, dan bergerak maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar