Selasa, 11 Agustus 2015

Sebuah Refleksi : Masyarakat Madani &Egaliter yang Berkeadilan


            “Tinggal Landas menuju masyarakat yang adil dan makmur”, adalah sebuah tujuan pembangunan yang didengungkan pada masa lalu. Sebuah jargon/slogan politik yang berbias antara sebuah impian atau dapat dilakukan menjadi suatu kenyataan. Republik Indonesia , merupakan negara demokrasi yang berazaskan Pancasila dan UUD’45 serta mempunyai kultur budaya masyarakat madani yang sangat kental.
            Menurut Anthony Giddens, pembaruan masyarakat madani antara lain adalah sebagai berikut :
1.    Kemitraan antara pemerintah dan masyarakat madani
2.    Pembaruan komunitas dengan meningkatkan prakarsa lokal.
3.    Keluarga Demokratis
                                                    
Negara dan masyarakat madani harus bermitra untuk memberikan kemudahan, dan mengontrol. Tidak ada batas-batas permanen antara pemerintah dan masyarakat madani. Pemerintah kadang-kadang perlu masuk sampai jauh kedalam (intervensi) arena masyarakat, kadang-kadang mundur dari arena itu (otonom), tergantung konteksnya. Hal ini merupakan format dari Organisasi Tanpa Batas (Boundaryless Organization). Keberhasilan dari pembaruan ini akan menciptakan suatu keluarga demokratis & sejahtera yang sakinah mawaddah.
            Menurut Jean Paul Satre, masyarakat egaliter adalah suatu masyarakat dimana setiap warga negara memiliki hak yang sama, tetapi setiap orang tidak memiliki hak yang sama untuk menikmati hak-hak tersebut. Suatu mesyarakat yang sangat memahami dan membedakan antara hak dan kewajiban, serta sadar dan taat akan hukum. Ciri dari masyarakat egaliter adalah interaksi dari kinerja pemerintahan sesuai dengan aturan dan sistem yang berlaku, serta dapat menciptakan suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Keberhasilan dari suatu masyarakat egaliter adalah gelar “Negara Hukum” yang melekat pada Republik Indonesia dapat segera diwujudkan.
            Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, Republik Indonesia tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai budaya yang Islami. Manusia, menurut Imam Al – Ghazali diciptakan sedemikan rupa sehingga tidak dapat hidup sendiri ( Mahluk Individu & Sosial), tetapi terpaksa bergabung dengan manusia-manusia lainnya. 2 Alasan yang mendasari pemikiran ini adalah sebagai berikut :
1.    Hasrat  untuk  memperoleh  keturunan  yang  akan  melestarikan ummat     manusia. Hasrat ini tidak mungkin terpenuhi tanpa persetubuhan antara pria dan wanita.  
2.    Kebutuhannya untuk bekerja sama dalam penyediaan makanan dan pakaian. Kerja sama ini diperlukan pula dalam mendidik anak-anak, karena anak-anak adalah buah yang tidak dapat dihindari dari hasil percampuran antara pria dan wanita.

Pemenuhan kebutuhan dasar/primer, meliputi kebutuhan akan sandang, pangan, papan, pakaian, dan pendidikan. Fitrah manusia sebagai mahluk sosial akan menghasilkan suatu interaksi antar sesama dalam memenuhi kebutuhan primer. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, tidak dapat dipisahkan dari fungsi uang yang lebih bersifat alat tukar daripada hanya sekedar komoditas. Maka dibentuklah suatu wadah yang terorganisir  dalam memberikan suatu solusi dari permasalahan yang telah dijelaskan diatas. Yaitu sebuah Lambaga Keuangan yang bernuansa Islami.


Akselerasi Sosialisasi AgriBisnis  Syariah


Tidak !. Orang-orang Sisilia memberikan suara mereka supaya diberi sebidang tanah untuk mereka sendiri dan keluarga, bukan untuk partai politik. Mereka tidak bisa membayangkan kehidupan yang lebih bahagia daripada mengerjakan tanah mereka sendiri dan anak-anak mereka. Impian sorga mereka adalah beberapa hektar tanaman gandum, kebun sayur berteras pada lereng gunung, kebun anggur kecil, sebuah pohon jeruk dan pohon zaitun. 
        Mario Puzo

Pendahuluan
            Ciri yang mendasar dari masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam dan wilayah yang bersifat agraris. AgriIndustri menempati posisi yang vital disamping AgroIndustri. Kendala yang cukup serius dan harus dihadapi adalah kualitas sektor AgriBisnis yang relatif masih bersifat tradisional, sehingga membutuhkan usaha ekstra keras dan waktu yang cukup lama untuk menggarap sektor AgriBisnis yang modern.
            Hal ini dapat kita lihat dari teknologi yang digunakan (dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya), serta neraca impor komoditas pertanian yang terkadang (over) surplus terhadap ekspornya (dengan mengesampingkan pajak dan tarif bea masuk). Suatu persoalan yang cukup rumit/kompleks dan mengakibatkan suatu output/hasil pertanian yang tidak sesuai dengan ukuran kualitas standar, sehingga kurang diminati oleh masyarakat domestik maupun internasional. Penggunaan teknologi teknologi yang modern & tepat guna, serta peningkatan kualitas produk pertanian tidak lepas dari pola pendanaan yang sehat dan kemitraan yang berkeadilan antara petani dan instansi yang terkait (pemerintah & swasta) dengan mengedepankan moral dan etika serta bertujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahtraan petani.
Ekonomi Islam
            Paradigma dari Ilmu Ekonomi Islam menurut M. Umar Chapra adalah mendasarkan pada kenyataan pokok, alam semesta diciptakan oleh Yang Maha Tunggal dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan (humanis). Dunia dimaklumi sekedar sebagai tempat persinggahan sementara. Sementara yang lebih kekal adalah alam akhirat. Kesejahteraan di akhirat sangat ditentukan oleh cara-cara manusia semasa hidup. Kesejahteraan hakiki dalam kerangka syariah adalah pemenuhan kebutuhan materi dan spiritual yang seimbang.
            Islam tidak melarang umatnya untuk kaya-raya, selama kekayaan itu diperoleh dengan cara yang benar, tidak menzhalimi siapa pun, dan digunakan serta diinvestasikan secara produktif untuk memenuhi kebutuhan seseorang atau orang lain dengan cara yang adil. Prinsip keadilan menurut Ulama Ibnu Khaldun memungkinkan untuk mewajibkan pengorbanan atau kerugian pribadi untuk mengamankan pengorbanan atau kerugian publik dan manfaat yang lebih kecil mungkin harus dikorbankan untuk merealisasikan manfaat yang lebih besar.

Perbankan Syariah
            Berbagai macam Lembaga Keuangan Mikro (LKM) telah dibentuk sebagai wujud kepedulian bangsa untuk memenuhi harapan masyarakat kecil-menengah yang pada umumnya adalah masyarakat petani . Yang termasuk LKM antara lain :
1.    BPR (Bank Perkreditan Rakyat)
2.    BRI (Bank Rakyat Indonesia) - Unit 
3.    BMT (Baitul Mal Wat – Tanwil)
4.    Koperasi Simpan Pinjam
5.    Bank Kredit Desa
Kelima bentuk LKM tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu memenuhi kewajiban menjalankan fungsi sosial. Istilah baitul mal, pada zaman nabi, harta yang dikumpulkan di baitul mal terdiri dari zakat, infak dan sedekah serta harta-harta lain yang dimiliki oleh negara misalnya ghanimah (rampasan perang).
            Dana tersebut diambil dan dikumpulkan oleh seorang petugas, kemudian disalurkan kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan syariah. Sedangkan istilah “Tanwil”, yang berarti memutar, mengusahakan, atau memproduktifkan, pada zaman nabi belum ada. Penambahan ini merupakan sebuah pengembangan (ijtihad) yang bertujuan untuk memproduktifkan dana tersebut.

Masalah Pendanaan
            Sudah menjadi ketentuan umum, bahwa dalam membiayai suatu proyek pertanian, dibutuhkan suatu studi kelayakan (visibility studies). Hal ini digunakan untuk meminimalkan resiko kegagalan dari suatu proyek pertanian. Kelayakan proyak pertanian tersebut merupakan azas fundamental dari kemitraan bisnis antara lembaga keuangan dan petani yang berkeadilan. Budaya BRI lama yang mengakar dalam masyarakat pedesaan, yaitu : “Cara termudah untuk tidak membuat tunggakan adalah tidak memberikan pinjaman”, dapat kita kikis secara perlahan tapi pasti.
            Salah satu alternatif bentuk pembiayaan  desa (percontohan: Wilayah Kabupaten Tingkat II Klaten) adalah kredit yang tersegmentasi menurut jangka waktu pinjaman :
1.    Kredit Mingguan
Jangka waktu pinjaman adalah 10 minggu atau 70 hari, angsuran pinjaman dilakukan tiap satu minggu sekali
2.    Kredit Musiman
Jangka waktu pinjaman adalah 5 bulan, dan pengambilannya adalah dibayar sekaligus pada waktu jatuh tempo atau pada waktu panen.
3.    Kredit Lapanan
Jangka waktu pinjaman adalah 5 bulan atau 6 bulan. Pengembalian pinjaman dilakukan secara angsuran setiap satu lapan atau 35 hari.

Masalah Pendistribusian
            Sejalan dengan dimulainya kebijakan pemerintah dalam hal otonomi daerah, peran sosial ekonomi daerah-daerah tingkat I (propinsi) maupun tingkat II (Kabupaten/Kotamadaya) diproyeksikan akan meningkat tajam. Sebab, daerah-daerah tersebut kini memiliki kekuatan, kekuasaan, dan kewenangan untuk menentukan jati dirinya.
            Salah satu solusi dari pendistribusian dana agar tepat sasaran kepada yang berhak adalah dengan cara membentuk Jejaring Multi Koridor (Networking) antar lembaga keuangan. Dengan memiliki tingkat koordinasi yang baik, juga akan memiliki mitra (counterpart) antara pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan pertanian desa. Bahkan secara ekstrim dapat dikatakan konsorsium dari lembaga keuangan yang dikelola secara professional akan menjadi langkah advokasi yang memiliki kekuatan bergaining untuk ikut serta menentukan kebijakan di bidang sosial ekonomi pedesaan.

Masalah Zakat
            Issue terkini mengenai Fatwa MUI , “Bunga Bank Haram” menjadi sumber perdebatan yang hangat dikalangan para ulama. Dari perspektif teori ekonomi, tingkat suku bunga bank (saving/current) merupakan salah satu indikator/variabel tingkat pertumbuhan ekonomi secara makro. Hal ini yang menyebabkan bunga bank (saving/current) sangat sulit untuk dihilangkan secara radikal.
            Sebagai Jalan tengah dari masalah ini adalah tuntutan kesadaran dari para nasabah untuk mensucikan hartanya melalui amal (pajak/zakat), sehingga keresahan akan keharaman bunga bank dapat terobati. Dilain pihak, lembaga keuangan pun berusaha semaksimal mungkin untuk menekan tingkat suku bunga dengan maksud mendorong sektor riil. Insya Allah, babak baru gerakan ekonomi umat yang menggeliat menuju Macan Asia bukan hanya retorika belaka. Amien…



LAMPIRAN


 .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar